Rabu, 16 Oktober 2013

Gelap Tak Selamanya buta


Ketika keadaan berada di titik terendah.Ketika keadaan menjadi tak bersahabat dan memihak. Rasanya gelap,tapi kenapa harus takut gelap kalau ada banyak hal indah yang hanya  dapat dilihat sewaktu gelap?Keadaan ini semakin membuat saya memahami,jika gelap itu tak selamanya buta.Ketika berselimut gelap terkadang ada setitik cahaya.Meski itu hanya setitik,tapi cahaya kecil itu akan menunjukkan kemana kaki kita harus melangkah.Tuhan mungkin sudah punya cara.Tuhan mungkin sudah punya sejuta alasan.Tuhan mungkin hanya memintaku untuk memahami maksud-Nya.Tentang maksud yang ditinggalkan-Nya.Yang akan membuatku mengerti.Tentang apa yang menjadi tujuan.

Ketika manusia mencari seribu satu cara.Manusia akan berusaha untuk mencerna logikanya sendiri,meski logikanya  berseberangan dengan nuraninya sekalipun.Di titik inilah saya berusaha mencari tepi.Tepi yang membuat saya tidak perlu banyak bertanya lagi.Tepi yang kutemukan di seberang kegelapan.Yang saya sebut dengan “mengikhlaskan”.Kedengarannya mungkin abstrak,tapi bukankah ikhlas itu harus tahu bagaimana caranya berfikir untuk tidak berfikir lagi?Saat ini naluriku hanya  ingin berdamai dengan sekelumit keadaan yang telah membuat nafas seperti ingin berhenti.Hanya ingin menghela nafas.Tanpa harus banyak bertanya kepada semesta tentang “kapan?” dan “mengapa?”.

Berfikir seperti orang yang menganut paham realis.Yang berfikir bahwa hidup itu tidak hanya soal bayangan,tapi juga tentang realita.Yang membuat saya mengerti tentang kenapa saya harus berhenti ditempat ini dan meninggalkan jejak kaki disitu.Cahaya kecil yang saya lihat kemarin seperti memberi maksud,jika hidup itu tidak selamanya gelap.Bukankah setelah hujan,selalu akan ada pelangi yang  membuat semuanya kembali berwarna?

Ketika hidup terasa asing.Sebenarnya karena kita terlalu banyak bertanya tentang sesuatu yang tak akan pernah bisa kita ketahui.Hingga akhirnya saya benar-benar berhenti di tepi itu.Di tepi persinggahan terakhir.Yang membuat lisanku berhenti untuk bertanya lagi.Berhenti untuk bertanya tentang sesuatu yang sulit di jangkau oleh nalarku.Hal ini membuat saya semakin memahami bahwa terkadang hidup itu harus belajar dari filosofi daun.Daun yang jatuh tak pernah membenci angin(Tere Liye).Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja.Tak melawan.Mengikhlaskan semuanya.Lalu,ketika hati dan raga meletakkan ujung lelahku dalam “kepasrahan”.Ragaku segera terbangun dari tidur panjang di ujung lelahku.Untuk berteriak pada semesta ini, jika “semuanya akan baik-baik saja”.              


_Nining Marhani_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar