Tentang surat-suratku yang tak pernah sampai,itu karena simpul-simpul aksara yang kutulis membuat lisanku bisu untuk mengisyaratkan.
Tahukah kamu Tuan?Jika aku harus
memacu adrenalin untuk bisa merangkai fragmen demi fragmen yang bermain dalam
pikiranku,hanya untuk sekedar menulis satu paragraf saja.Agar kamu tahu,jika
sebenarnya aku sedang berbicara padamu lewat aksara,lalu memelukmu dalam doa
karena terlalu merindu.
Terkadang aku sangat
membenci.Lalu,memaki-maki kebodohanku sendiri,dan itu semua begitu menyiksa Tuan!
Ruang-ruang yang kau sebut dengan
keabadian itu sisanya fana.Yang kutemukan hanya ruang kosong tanpa nyawa.
Langkah kakiku seperti kehilangan
jejak,bahkan sudah seperti tak mengenalimu lagi Tuan!Tuanku seperti mahluk
asing yang membuat lisanku takut berucap.
Tatapan kosong,dingin,lagi penuh
rahasia.Membuat denyut alami berdetak tanpa kendali.Rasanya ingin berhenti
sampai disini,lalu membiarkan semuanya lenyap tanpa sisa.
Aku sudah bosan diam.Ada isyarat
yang tak pernah bisa kamu dengar,karena telingamu tuli untuk mendengar.Matamu
buta untuk melihat.Kepekaanmu bahkan tidak bisa merasa.
Tuan,gengam jantungku dan hitung
denyutnya,seperti itulah aku merindukanmu.
Seperti sudah tak kenal batas,karena
tak bisa menemukan tepi.Tepi yang membuat logikaku sadar,jika anomali ini
nyaris melewati batasnya.
Khazanah cinta yang kita sebut
dengan “keabadian”.Semuanya temporer,hanya sementara karena perubahan itu
“abadi”.
Aku ingin berhenti untuk jatuh
hati sampai berkali-kali padamu.Menyesali magis yang membuatku berkali-kali
memuntahkan sabda padamu.
Aku ingin kembali ke
tempatku,tepat dibelakang sana.Tempat yang membuatku tidak akan pernah
menolehkan lagi pandangannya tepat kearahmu.
Hanya ingin menikmati apa yang
kusanggupi.Lalu,mengakhiri semuanya,seperti coretan penaku yang ingin
mengakhiri surat ini,meski suratku ini tak akan pernah sampai.
_Nining Marhani_