Ketika keadaan berada di titik terendah.Ketika keadaan menjadi tak bersahabat dan memihak. Rasanya gelap,tapi kenapa harus takut gelap kalau ada banyak hal indah yang hanya dapat dilihat sewaktu gelap?Keadaan ini semakin membuat saya memahami,jika gelap itu tak selamanya buta.Ketika berselimut gelap terkadang ada setitik cahaya.Meski itu hanya setitik,tapi cahaya kecil itu akan menunjukkan kemana kaki kita harus melangkah.Tuhan mungkin sudah punya cara.Tuhan mungkin sudah punya sejuta alasan.Tuhan mungkin hanya memintaku untuk memahami maksud-Nya.Tentang maksud yang ditinggalkan-Nya.Yang akan membuatku mengerti.Tentang apa yang menjadi tujuan.
Ketika
manusia mencari seribu satu cara.Manusia akan berusaha untuk mencerna logikanya
sendiri,meski logikanya berseberangan
dengan nuraninya sekalipun.Di titik inilah saya berusaha mencari tepi.Tepi yang
membuat saya tidak perlu banyak bertanya lagi.Tepi yang kutemukan di seberang
kegelapan.Yang saya sebut dengan “mengikhlaskan”.Kedengarannya mungkin abstrak,tapi
bukankah ikhlas itu harus tahu bagaimana caranya berfikir untuk tidak berfikir
lagi?Saat ini naluriku hanya ingin
berdamai dengan sekelumit keadaan yang telah membuat nafas seperti ingin
berhenti.Hanya ingin menghela nafas.Tanpa harus banyak bertanya kepada semesta tentang
“kapan?” dan “mengapa?”.
Berfikir
seperti orang yang menganut paham realis.Yang berfikir bahwa hidup itu tidak
hanya soal bayangan,tapi juga tentang realita.Yang membuat saya mengerti
tentang kenapa saya harus berhenti ditempat ini dan meninggalkan jejak kaki
disitu.Cahaya kecil yang saya lihat kemarin seperti memberi maksud,jika hidup
itu tidak selamanya gelap.Bukankah setelah hujan,selalu akan ada pelangi yang membuat semuanya kembali berwarna?
Ketika
hidup terasa asing.Sebenarnya karena kita terlalu banyak bertanya tentang
sesuatu yang tak akan pernah bisa kita ketahui.Hingga akhirnya saya benar-benar
berhenti di tepi itu.Di tepi persinggahan terakhir.Yang membuat lisanku
berhenti untuk bertanya lagi.Berhenti untuk bertanya tentang sesuatu yang sulit
di jangkau oleh nalarku.Hal ini membuat saya semakin memahami bahwa terkadang
hidup itu harus belajar dari filosofi daun.Daun
yang jatuh tak pernah membenci angin(Tere Liye).Dia membiarkan dirinya
jatuh begitu saja.Tak melawan.Mengikhlaskan semuanya.Lalu,ketika hati dan raga
meletakkan ujung lelahku dalam “kepasrahan”.Ragaku segera terbangun dari tidur
panjang di ujung lelahku.Untuk berteriak pada semesta ini, jika “semuanya akan
baik-baik saja”.
_Nining
Marhani_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar